Kamis, 28 November 2013

HUJAN PAGI : Bukan Penghapus Mimpimu


Desiran hujan menyambut tangkapan pendengaranku tatkala mata pertama terbuka menandakan aku masih hidup di hari baru. Cuma sepenggal kata bergumam di hati, 'terima kasih' hidupku masih diperpanjang Penciptaku. Syukur, kulalui pekat malam dalam buaian kasihNya tak terhingga, meski kebanyakkan detik lalu kurangkai kamus hidupku penuh nista.

Belum melangkah, masih seputar peraduan... coba merangkai alur kisah dalam lelap yang sesaat lalu masih berupa cerita. Mengurai awalnya, tapi susah menyambungnya. Masih ingat ending yang membuatku senyum sendiri, tapi belum sanggup mengurutkan kronologis biar sempurna, dan nantinya kuceritakan pada siapapun yang sekiranya menyimak apa bunga tidurku.

Aah... apalah gunanya buka mata mengurai yang susah...! Mending ke dapur nyalakan perapian, siapa sangka mungkin hasil segelas kopi penghangat lambung membuka cakrawala. Abaikan dulu segayung air pembasuh wajah.

Setengah jam berjalan semenjak mataku terbelalak melihat dunia pagi ini, sudah kugabungkan segelas kopi, rangkuman mimpi yang belum terurai, kusutnya rambut yang belum terurus, di tengah dendang hujan awal hari. Dan kelihatan tak apalah, yang penting Sang Penguasa Napasku masih membiarkan aku lalui detik-detik hari ini, entah menebar kebaikan, pun menganyam dosa.
***
Bandung, seputaran 2001.
Pagi yang sama, dan hujan yang sama mengiring ujung mimpi, terkuak kisah sang kekasih mengabarkan dengan sebait kalimat...
"...Bangunlah sayang, hujan bukanlah penghapus mimpimu. Hujan tidak bermaksud menghalangi alur hidupmu. Yang mungkin engkau ketahui, bahwa aku masih ingin menyayangimu..."
***

Kembali aku pagi hari ini bergelut dengan kopi racikan pabrik. Belum satupun yang kabarkan aku selayaknya sang kekasih beberapa warsa lalu. Bolehkah kuharapkan itu terulang...? Biasa sajalah. Sadarlah jika sudah dewasa, jadi tak perlu ada yang mengingatnya dengan mesra. Namun, terkadang kita juga membutuhkan perhatian walau itu dikatakan manja.

Apakah aku harus teriak sekuatnya agar orang-orang yang kusayangi bersedia mengabarkan aku tiap pagi bahwa hari baru, semangat baru, tak perlu urai mimpi sampai korupsi waktu..?

Tidak perlu..! MUngkin satu hal yang bisa kusambungkan dalam catatan hari ini, bahwa kurindukan PERHATIAN...!!

walahualam...


Minggu, 08 September 2013

Cerpen : MENANTI JUJURMU

" ....suatu saat, ingin kusimak baik-baik ungkapan hatimu tentang kita, tanpa kuharapkan peringatan kutukan apalagi musibah mendahului menimpamu, biar dikau jujur dan hatiku sejuk karenanya.."

Dalam rentang waktu setengah jam saja, aku sudah lima kali bolak-balik antara kamarku dan ruang TV tanpa tujuan jelas. Yang spontan aku lakukam hanyalah memijit sendiri kepalaku dengan sekuat jemari biar pikiran resah lenyap segera. Musik yang di kamar tak mampu menghibur, TV di depanku apalagi..!! Mau nonton serius, eh malah berita selebritis yang lagi musim cerai. Sepertinya mengundang aku untuk ikut cerai.

Hmmm... mending ke kamar lagi.Coba pejam mata yang memang tidak ingin tidur. Konsentrasi penuh ke masa bahagiaku. Mulailah memori otak berkelahi antara pikiran rumit dan nostalgia masa lalu. Nampaknya aku sedikit senyum walau masih setengah masam.

Aku menuju 1996 langsung mencari bulan April. ".....cowok ini baik, ramah, perhatian, penyayang, suka gaul. Aku mengaguminya.." tulisan itu di tanggal 29.

Aargh..... masa lalu. Emangnya selau ditinggal pergi itu namanya perhatian..? Apakah begitu ukuran sebuah kebaikan? Sekarang engkau amat beda. Alasan nafkah memang wajib, tapi keluarga juga wajib. Soal kasih sayang tak bisa hanya bilang di mulut. Jangan mentang-mentang sudah punya anak, lalu nafkah menjadi alasan banting tulang sampai jarang pulang. Pikiran kacau lagi.

Mungkin bisa jadi bahwa aku awalnya menilai dia suka gaul, sehingga sampai sekarang pun caranya masih gaul di luar dengan yang muda-muda. Dan tindakanku tidak banyak atas perlakuan ini karena aku susah omong. Aku lahir dengan karakter yang tak banyak omong. Dan kadang-kadang menyalahkan orangtuaku, kenapa melahirkan aku sungguh amat lemah...

Kenapa aku tidak seperti istri lain yang sekali-sekali ngotot dengan pasangannya...? Orang berkeluarga sebenarnya lebih penuh pengertian. Berani meninggalkan masa kesendirian, masa bebas, meninggalkan ego, mengurangi relasi yang tidak penting dengan teman dan konsentrasi dengan keluarganya sendiri. Tapi aku dan keluargaku..??

Dulu waktu jaman surat, tulisannya bertumpuk-tumpuk yang kesimpulannya cuma soal I Love You sampai aku tergiur lalu jadian dan hidup bersama. Sekarang jaman HP, mau SMS aja pake ngumpet kalo di depan aku. Mau pegang HP kamu semenit saja sudah dibentak. HP tertinggal sekalipun, dan mau dibuka eeh malah pake PIN segala.. Apa maksudmu..?

Minggu lalu teman SMA dulu cerita ke aku katanya ketemu kamu lagi berduaan dengan seorang gadis muda. Belum lagi kata tetangga sebelah yang bilang kamu pernah bawa perempuan ke rumah waktu aku pulang kampung. Tambah lagi jaman chatting sekarang yang katanya canggih...!! Kamu punya akun FB lebih dari satu, dan aku tau itu. Giliran aku tanya kamu, yang dijawab malah dampratan. Katanya sok cari tau, cemburuan macam-macam.

Dan sudah sifatku yang terlalu diam. Hanya bisa menahan derita dengan menagis sendiri. Perempuan memang lemah, tapi tolonglah jangan membuatku lebih lemah lagi.  Terkadang aku harus bohong dengan teman yang tanyakan keadaan suamiku. Apalagi mereka menceritakan suami-suami mereka yang nampak akur sekali. Di sini aku iri, aku belum bisa seperti mereka.

Terkadang pula ingin seperti selebritis yang kawin-cerai. Tapi aku pikir bahwa hal itu bukan hal terbaik. Apalagi aku dan suamiku dari keluarga baik-baik pula.

*****
Aku masih di kamarku dengan berselimut pikiran kalut. Air mata berlinang tak aku sadari. Aku tidak menyesal menjadi pendamping hidupmu. Aku hanyalah aku yang begini adanya. Aku diam, dan mungkin akan berlanjut diam sambil bergumam dalam hati bahwa aku masih punya Tuhan. Sesak dada ini biarlah Kau longgarkan Tuhanku...
Tak Sedikitpun rasa dendam untuk membalasmu, karena engkau masih suamiku. Jujurmu yang kutunggu... dan bolehlah aku katakan harapan ini demi kita bahwa......suatu saat, ingin kusimak baik-baik ungkapan hatimu tentang kita, tanpa kuharapkan peringatan kutukan apalagi musibah mendahului menimpamu, biar dikau jujur dan hatiku sejuk karenanya.."

Lalu tertidur tanpa pusing kepala lagi...

Sabtu, 29 Juni 2013

Cerpen : SMS TERAKHIR RIYANTY


Sambil baring kutuliskan deretan kata-kata ini. Ingin mata terpejam namun belum kuasa. Setumpuk buku wajib sudah berulang kubaca, akhirnya kubaca lagi. Bosan..? Tapi terpaksa. Malam menyiksaku biar menemani jangkrik menyengir di kesunyian.

Jam 2 dini hari. Bangkit lantaran terusik nada SMS. Cepat-cepat kuraih HP di bawah bantal. "Tahajud, yuk.."
Cuma itu isi pesannya. "Yuuk" balasku singkat. Lalu rebahkan lagi tubuhku membujur tempat tidur. Benarkah Si Riyanty lagi tahajud..? Tidak biasanya dia seperti itu. Jam SMS untuknya bukan selarut begini. Apakah dia punya masalah..? Ah.. pikiranku saja yang ngelantur begitu. Lanjut baca.

"Kak, tlng tlf aq skrg". Isi SMS dari orang yang sama.
      "Ganti XL, dik..! balasku.


"Udah tahajudnya tadi..?"
          "Udah kak..!"
"Trus, belum lanjut tidur..?"
          "Biar nyampe ketiduran aja..!"
"Hmm tumben disuruh telpon jam segini, dik. Ada masalah..?
          "Hehe.. ga' ada kak, cuman pengen ngobrol doang.."


Cerita di telepon berlanjut. Aku yang banyak omong tentunya bertindak laksana penceramah dan Riyanty pendengar setia. Semua yang dibicarakan lebih banyak menghasilkan ketawa ngakak. Dengan lelucon sederhana dan agak konyol seakan membisingkan ruang kamarku yang cuma 3 x 4 meter itu. Entah sampai di kalimat yang mana akupun tak tahu,
"Halo... Halo.. Dik...!!

Tidak menjawab. Sesaat diam dan kumatikan HP. Sudah tidur orangnya. Dan aku kembali meraih buku yang sama tadi hendak lanjutkan baca. Ujung-ujungnya tidak satupun isi yang masuk sampai alam mimpi.

***
Sebulan berlalu. "Kak, nitip pulsa yaa, kalo lagi ke counter..!" SMS Riyanty pagi-pagi sekali. Ini orang selama ini hilang tanpa kabar, tidak pernah balas SMS, eh sekarang malah muncul SMS. Mending SMS nanya kabar, ini minta pulsa pula. Aku bisa kirim pulsa kalau rajin SMS aku. Gerutu aku dalam hati.Dan aku tidak membalas SMS itu.

Dua bulan sudah tanpa berita Si Riyanty semenjak telpon di tengah malam itu. Aku ragu mau SMS duluan. Karena pikirku, tentu tidak dibalas. Biasanya begitu. Masih banyak SMS dari teman-teman lain, bukan Riyanty saja.
Dan karena kesibukan pribadi serta interaktif dengan teman-temanku yang lain, akhirnya Si Riyanty pun benar-benar aku lupa.

Cerita Riyanty awalnya karena suatu kesalahan dan bisa juga suatu kebetulan. Pada suatu siang di kisaran tahun 2008, aku dan Riyanty berkenalan saat usai makan bakso di sebuah warung tegalan.
"Bakso telor, Mbak... Brapa..?
     "Delapan ribu aja, Bang."
Sambil merogoh kocek, tiba-tiba...
"waduuuuuuh...... dompetku..!
     "Kenapa bang? tanya tukang bakso
"ilang, mbak..!
Walau sudah makan, tapi aku langsung loyo..

Cewek di belakangku antri mau bayar juga..
"Mbak, bakso biasa satu dan bakso telor satu..!"
Si Mbak bingung. Lha kamu makan tambah tadi yaa..?
Bukan, mbak..! Sekalian dengan si Abang ini..! Katanya sambil melirik sesaat ke wajahku.

Aku tarik napas panjang. Bingung mau omong apa di saat itu. Dan itulah Si Riyanty menyelamatkanku di tempat bakso. Karena merasa berhutang padanya, maka aku minta nopenya, biar bisa bersahabat ke depannya. Riyanty menyanggupi, namun menolak aku gantikan uang bakso di lain hari.


Sekarang Riyanty sudah kuanggap adikku. Anaknya pendiam, murah senyum, manja dan suka bercanda. Namun akhir-akhirnya ini sering membuatku kesal. Mulai dari jarang SMS, tak ada waktu buat telpon, banyak kerjaan, dan banyak alasan lain lagi.

***

Di malam ini aku tidur lebih awal. Dan kebiasaanku bila tidur awal, tentu terbangun di jam larut, dini hari.

"Aq minta maaf krn slama ini dah bnyk merepotkn kak. Mngkn kak ga' prcy klo saat ini aq trpaksa senyum..."
Isi SMS pertama yang kubaca.

"Btl kata kak, aq trlalu trtu2p. tp sbnrx, aq ga' mw kak trbawa pikiran krn aq"
SMS kedua bunyinya begitu.

"Aq ingin berjalan di derasnya hujan agar tidak ada yang tahu kalo aq sedang menangis"
SMS yang ketiga. Dan membuatku terhenyak diam.


Sekitar semenit, hatiku tergerak untuk hubungi Riyanty sekarang. Sudah 3 kali tapi tidak diangkat. Tidak mungkin Riyanty sudah tidur, dia baru 1 jam lalu kirim 3 SMS tadi ke aku.

"Halo.. maaf yaa, ini siapa?
"Temannya Yanty !" jawabku
"Ow.. Bang Eman ya..? Bang, cepetan kalo sempat, kak Yanty baru aja diantar ke Rumah sakit !
"Sakit apa?"
"kayaknya kanker otaknya kambuh, Bang..!
tuuut...tuut...tuuuut... HP mati..

Aku meluncur ke RSU.
Semuanya sudah berlalu. "Aku ingin berjalan di derasnya hujan agar tidak ada yang tahu kalo aq sedang menangis" menjadi SMS terakhir Riyanty untukku..







the end

Rabu, 17 April 2013

Isyarat Senyum

Hanya senyum yang bisa kubagikan sesaat sebelum badanku berpaling dari tatapanmu..

Dalam senyum, kubungkus aneka cerita bersama. Tak aku sepelehkan satu saat ketika aku harus menangis, pun akan kuingat benar tatkala kerianganmu membentu

Dengan segenggam semangat di tangan, dikau patrikan senoktah kenangan bahwa kemarin aku di hatimu.

Aku pun ikut tersenyum walau masam. Menyeruak macam rasa..,

Ada sesal.. Karena gagal menjaga.. Ada resah... Lantaran pertanyaan kemanakah dikau menuju... Ada rela... Sebab dikau inginkan..

Tak ada kata akhir, entah wejangan... Cuma senyum isyarat pergimu mengandung damai...

Minggu, 03 Maret 2013

KAMU

Kamu...
Mengiring langkahku tanpa mendahului, biar sederap walau hasrat ditinggal..
Kamu...
Menuai ceritaku kian marak, walau kadang tersendat kisahmu diuraikan...
Kamu...
Menuntun tanganku bila aku terjerumus nafsu, berpaling pada akhlak nan idaman keluhuran..
Kamu...
Mencari embun di hamparan dedaunan kering, tak pupus membendung asaku nan menggunung...
Kamu...
Memahat hatiku yg gersang biar ideal menggerus perasaan...
Kamu...
Di kala senja tetap menorehkan sejuta rasa hingga kembalikan semangatku laksana fajar...
Kamu...
Menutup matapun masih sanggup ulaskan senyum, selaras bisikan rasa bahagia terkenang...
Kamu...
Inspirasiku mematri kata, menjalin kalimat, hingga berserakan kisah.. Tentang Kita...